+44(0) 1234 567 890 info@domainname.com

Jumat, 10 Mei 2013

Hubungan Manusia dengan Hukum dan Moral

22.06

Share it Please

MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

Hubungan Manusia dengan Hukum, Hubungan Hukum dengan Moral


A.    PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Manusia umumnya, dilahirkan seorang diri, dan tidak dapat hidup tanpa manusia lain (makhluk sosial). Menurut kodrat alam manusia sebagai makhluk sosial di manapun mereka berada, selalu hidup bersama dan ber- kelompok-kelompok. Kelompok-kelom- pok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu disebut masyarakat. Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa: manusia itu adalah “Zoon Politicon” artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya ingin selalu berkumpul dengan sesamanya.1 dalam menghadapi alam sekeliling, ia harus hidup berkawan dengan ma- nusia-manusia lainnya dan pergaulan ini akan mendatangkan kepuasan bagi jiwanya. 
Manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk atau hakekat, dimana materi adalah badan, yang menyebabkan manusia harus mati, dan yang memberikan bentuk kepada materi itu adalah jiwa atau rohani. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetative. (seperti jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang-binatang)



B.     PEMBAHASAN

1.      Hubungan Manusia dengan Hukum  

           Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “ Ubi societas ibi jus ” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap  pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.
           Manusia, disamping bersifat sebagai makhluk individu, juga berhakekat dasar sebagai makhluk sosial, mengingat manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan yang sama (baik fisik, psikologis, hingga lingkungan geografis, sosiologis, maupun ekonomis) sehingga dari perbedaan itulah muncul inter dependensi yang mendorong manusia untuk berhubungan dengan sesamanya. Berdasar dari usaha pewujudan hakekat sosialnya di atas, manusia membentuk hubungan sosio-ekonomis di antara sesamanya, yakni hubungan di antara manusia atas landasan motif eksistensial yaitu usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya (baik fisik maupun psikis).
             Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial ( social order ) yang bernama: m a s y a r a k a t. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si pengatur(kekuasaan). Dari sinilah hukum tercipta.

        Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat pengatur, dan agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka perlu suatu entitas lembaga kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan hukum tersebut sehingga dapat bersifat imperatif. Sebaliknya, adanya entitas kekuasaan ini perlu diatur pula dengan hukum untuk menghindari terjadinya penindasan melalui kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalah gunaan wewenang. Mengenai hubungan hukum dan kekuasaan ini, terdapat adagium yang populer: “Hukum tanpa kekuasaan hanyalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.”
        Komponen hukum yang pertama adalah substansi atau isi hukum yang bersangkutan. Suatu hukum agar benar-benar mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat, maka isi dari hukum itu sendiri harus benar-benar berfungsi sebagai manifestasi nilai-nilai dan rasa keadilan serta nilai-nilai normatif yang diidealkan masyarakat. Disamping itu, agar hukum tersebut dapat berjalan, substansi hukum tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan substansi hukum lain yang telah ada. Sehingga suatu hukum agar dapat bekerja, maka ia harus bersifat koheren dengan keseluruhan sistem norma sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
        Komponen yang kedua adalah struktur, yaitu lembaga yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum. Sebuah hukum, sebaik apapun substansi yang dikandungnya tidak akan mampu berjalan jika tidak ada lembaga yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan hukum tersebut. Lembaga yang memiliki kekuasaan untuk menjalankan hukum ini terdiri dari setiap subyek yang memiliki kewenangan untuk itu, mulai dari instansi penyidik seperti aparat kepolisian, instansi penuntut umum seperti kejaksaan, dan pengadilan.
                                  

Komponen yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah komponen kultur atau budaya dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Suatu hukum yang ideal adalah hukum yang merupakan produk langsung dari budaya masyarakat yang bersangkutan, sehingga sistem nilai yang diusung oleh produk hukum tersebut akan sesuai (karena merupakan manifestasi) dengan kesadaran nilai ( value consciousness ) yang dimiliki masyarakat.
Dari penjabaran ini, maka diketahui bahwa kerja hukum sebagai alat pengaturan masyarakat adalah bersifat sistemis. Yakni kerja sinergis yang sempurna antara komponen- komponen yang dibutuhkan agar tujuan hukum dapat terlaksana dan mencapai sasarannya (memberikan keadilan bagi individu-individu dalam masyarakat) yang satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu: substansi hukum yang baik, struktur hukum yang kokoh (memiliki kekuatan dan berintegritas), serta kultur yang kondusif (kesesuaian ideologi hukum dengan budaya masyarakat yang bersangkutan) untuk penegakan hukum tersebut.
Pada akhirnya, bagaimana hukum itu dibuat dan untuk apa hukum itu ditujukan berpulang sepenuhnya pada kesadaran (kehendak) manusia yang bersangkutan itu sendiri. Hukum dapat bersifat membebaskan umat manusia dari ketertindasan, namun sebaliknya hukum juga dapat juga digunakan sebagai sarana penindasan. Karena hukum hanyalah berfungsi sebagai alat ( tool ), yaitu alat manusia untuk menciptakan keteraturan dengan pewujudan keadilan atas interaksi antar manusia tersebut, dan di atas dunia ini tidak ada satu alat pun yang tidak dapat disalah gunakan. Begitu pula dengan hukum.     





               Kemudian masyarakat membentuk suatu system yang disebut dengan masyarakat hukum. Kemudian membentuk budaya hukum. Maksud disini yaitu untuk menunjuk tradisi hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan didalam suatu masyarakat. Dengan masyarakat yang sadar akan hukum,persamaan dan kesadaran akan tinggi guna menjunjung tinggi rasa keadilan dan menghargai orang lain.
              Kesatuan hukum yang membentuk masyarakat hukum itu dapat berupa individu, kelompok, organisasi atau badan hukum Negara, serta kesatuan-kesatuan lainnya sedangkan alat yang dipergunakan untuk mengatur hubungan antar kesatuan hukum tersebut itu disebut hukum, yaiut suatu kesatuan system hukum yang tersusun atas berbagai komponen serta diakui oleh suatu Negara sebagai pengesahannya tersebut.

2.      Hubungan Hukum Dengan Moral
         Hukum Memiliki hubungan erat dengan moral karena sebuah hukum memerlukan moral. Hukum tidak akan berarti apa-apa bila tidak disertai moralitas sehingga kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Sebaliknya moral juga membutuhkan hukum karena moral akan berada di awang-awang bila tidak diungkapkan dalam masyarakat secara eksplisit dalam bentuk hukum.
          Oleh karena itu, hukum bisa meningkatkan dampak moralitas. Sebagai contoh, menghormati orang lain merupakan prinsip moral yang penting.Tidak semua moral harus diterjemahkan dalam bentuk hukum karena hukum juga harus membatasi diri dengan mengatur hubungan-hubungan antar manusia yang relevan. Bahkan tidak selalu antara moral dan hukum saling berkaitan karena ada hukum yang berlaku (hukum positive) bertentangan dengan moral sehingga harus ditolak.  

          Misalnya, di Negara Afrika Selatan pernah menerapkan hukum untuk membedakan warna kulit (apartheid). Dipandang dari sisi hukum, politik apartheid tidak bermasalah karena dijalankan dengan baik dan tidak sewenang-wenang, tetapi dari sudut moral, membedakan manusia berdasarkan warna kulit itu adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
          Perbedaan antara hukum dan moral :
a.       Hukum cenderung eksplisit kedalam bentuk tulisan dan dijabarkan sangsinya bagi pelanggar hukum. Moral tidak dituangkan dalam bentuk tulisan.
b.      Hukum hanya membatasi pada tingkah laku yang bersifat lahiriah sedangkan moral mencakup perilaku lahiriah dan batiniah.
c.       Sangsi hukum dapat dipaksakan sementara sangsi moral tidak dapat dipaksakan, sangsi moral berupa rasa malu, tercemar, atau merasa berdosa.
d.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat/ Negara. Negara berfungsi mengesahkan keberadaan hukum sementaara moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi dari individu dan masyarakat.  Masyarakat dapat mengubah moral yang melebihi dari individu dan masyarakat. Masyarakat dapat merubah hukum akan tetapi tidak akan pernah bisa merubah atau membatalkan suatu moral. Masalah moral tidak dapat diputuskan dengan suara terbanyak dan individu serta masyarakat harus mematuhi moral. Moral menilai hukum bukan sebaliknya. Misalnya hukum mengizinkan berjudi, akan tetapi moral mengatakan bahwa berjudi merupakan perbuatan yang buruk.




C.    KESIMPULAN, SARAN DAN DAFTAR PUSTAKA

1                   Kesimpulan
Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat pengatur, dan agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka perlu suatu entitas lembaga kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan hukum tersebut sehingga dapat bersifat imperatif
Manusia pastinya harus memiliki suatu hukum yang mengatur manusia itu sendiri, bisa bersifat memaksa dan tegas, lalu hukum tersebut pastinya mengatur moral manusia itu sendiri karena pada dasarnya hukum dibuat untuk mendidik manusia agar berprilaku adil terhadap semua.
2                    Saran
Sebaiknya dalam membuat suatu hukum diperhatikan berbagai aspek, kemudian  tidak membuat masyarakat bingung akibat hukum tersebut, sehingga masyarakat bisa menerapkan hukum tersebut tanpa adanya tafsir ganda atau ada seseorang yang mempermainkan hukum tersebut.

                  DAFTAR PUSTAKA


Djahir, Yulia dkk.2010.Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar.Indralaya.Universitas        Sriwijaya.

Rasjidi,Lili dkk. 2003. Hukum Sebagai Suatu Sistem. BandungMandar Maju.


0 komentar:

Posting Komentar